Forum Diskusi Publik: Mewaspadai Lowongan Kerja dengan Tawaran Gaji Tinggi Namun Syarat Kerja Mudah Sebagai Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang

Anggota DPR RI Irjen Pol (Purn.) Drs. Frederik Kalalembang Fraksi Partai Demokrat saat memberikan keynote speaker dalam Diskusi Publik “Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang” bersama Ditjen KPM Komdigi dan Komisi I DPR RI, Rabu, 23/04/2025. (Foto: Tangkapan Layar zoom meeting)

JAKARTA – Siapa yang tak tergiur dengan lowongan kerja yang menawarkan gaji tinggi dan persyaratan mudah. Namun tunggu dulu, bisa jadi itu adalah modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Maraknya TPPO mendorong Anggota DPR RI Irjen Pol (Purn.) Drs. Frederik Kalalembang gencar mensosialisasikan modus dan bahaya yang dihadapi korban TPPO. 

Dalam Forum Diskusi Publik “Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang” bersama Ditjen KPM Komdigi dan Komisi I DPR RI, Rabu, 23 April 2025 via Zoom Meeting. Irjen Pol (Purn.) Drs. Frederik Kalalembang (JFK) yang hadir memberikan keynote speaker memperingatkan bahwa dalam TPPO, korbannya selalu mendapat iming-iming gaji tinggi, namun persyaratan kerja mudah bahkan tidak ada persyaratan agar korban mudah direkrut. 

“Saya sampaikan kepada kita semua modus TPPO ini sangat luar biasa. Mereka lakukan seperti iming-imingi gaji yang tinggi kepada calon korbannya. Nanti biasanya dipekerjaan ke luar negeri dengan gaji tinggi, fasilitas, sehingga jadi rangsangan bagi para korban. Akhirnya tergiur dan berangkat. Sesampainya di lokasi malah dijadikan pekerja paksa, sebagai tenaga seks bagi wanita, bagi pria jadi tenaga pekerja judi online,” sebut JFK.

Lalu yang harus kita waspadai, lanjut JFK, kalau ada perusahaan yang memberangkatkan pekerjakan orang, harus dicek betul di google atau internet. apakah betul perusahan ini dipercaya atau tidak. Jadi jangan terlalu cepat percaya. Cek betul perusahaannya, jangan sampai keluarga kita jadi korban. Karena sasarannya biasanya keluarga kita yang tidak punya pekerjaan.

Sementara itu, Praktisi Komunikasi dan Informatika, Drs. Sadjan, M.Si lebih jauh menguraikan TPPO di indonesia dibarengi dengan media sosial begitu masif. Umumnya kejahatan ini terjadi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, lantaran persoalan ekonomi dan sosial yang dialami. 

Membenarkan pernyataan Anggota Komisi I DPR RI, Irjen. Pol. (P) Drs. Frederik Kalalembang, Drs. Sadjan mengatakan TPPO ini diawali dengan perekrutan lalu penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan cara yang melawan hukum, seperti ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, atau pemalsuan dokumen.

Adapun bentuk perdagangan manusia meliputi, eksploitasi seksual, pekerja paksa, perdagangan anak, perbudakan domestik, dan perdagangan organ tubuh.

Kenapa kejahatan ini bisa terjadi? Diuraikan Sadjan, adanya kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Lalu, kurangnya pendidikan dan informasi, permintaan tinggi di Pasar Gelap. Selanjutnya, lemahnya penegakkan hukum. Konflik dan bencana alam, serta terakhir ketimpangan gender dan diskriminasi.

“Kebanyakan anak-anak dan perempuan jadi korban TPPO ini. Biasanya terjadi karena kurangnya informasi dan edukasi. TPPO ini sangat mengerikan,” sebutnya Sadjan.

Modus TPPO ini biasanya diawali dari lowongan pekerjaan. Untuk itu, perlunya peran keluarga dan masyarakat dalam mengawasi, utamanya anak-anak, apalagi di tempat ramai. Pengurus RT/RW harus aktif memantau warganya. Kalau ada warga baru dicek betul, karena pernah ada kejadian penculikan anak itu pelakunya warga baru itu. Aktif melaporkan kasus mencurigakan, dan membangun komunitas peduli lingkungan.

Untuk mencari informasi soal TPPO, pemerintah menyediakan akses melalui e-learning.tppo. 

Ipda Derry Octavianus Ramli, S.H.,M.H. kanan atas saat memaparkan materi TPPO dalam Diskusi Publik yang dilaksanakan secara daring tersebut. (Foto: Tangkapan Layar zoom meeting)

Dari sisi hukum, menurut Praktisi Hukum, Ipda Derry Octavianus Ramli, S.H.,M.H. dalam paparannya menjelaskan peran Polri dalam memerangi TPPO. Dimana, modus operandi TPPO ini biasanya penyalahgunaan dokumen perjalanan. Lalu pemanfaatkan teknologi informasi. Modusnya memberikan harapan gaji besar, bujuk rayu akhirnya para korban terekrut dan mau berangkat kerja. Memanfaatkan kelengahan perbatasan. Praktik kerja lapangan tidak sesuai, dan terakhir eksploitasi seksual.

Sampai saat ini Polri menangani sebanyak 1.342 laporan dari 4.681 korban. Pola rekrutan biasanya pertemuan langsung (konvensional). Korban diberi sponsor umumnya Rp3 juta sampai Rp8 juta (penjeratan hutang). Jaringan TPPO ini meliputi Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Filipina yang menawarkan investasi, online shop dengan iming-iming keuntungan berlipat ganda. (red)

Related posts